Fenomena kenaikan BBM sudah hampir reda tapi sangat disayangkan jika momen itu tidak bisa menjadi ide karya tulis ilmiah. Khususnya bagi saya sendiri. Permasalahannya apalagi jika bukan karena teknis; tidak mendapatkan data yang cukup. Kemampuan konversi sebuah isu menjadi karya tulis ilmiah memang membutuhkan kemampuan khusus. Terlebih jika momen berlalu secara cepat. Saat karya tulis berhasil kita himpun, fenomena itu sudah tidak hangat lagi.
Manfaatkan fenomena sebagai ide karya tulis ilmiah
Masih hangat dibenak saya saat terjadi pandemi covid 19 di tahun 2019 hingga akhir 2021. Kurang lebih 2 tahun muncul juga karya tulis yang bertopik covid-19. Hampir di setiap sektor membahas covid 19. Entah itu di sektor pariwisata, sektor industri, pertanian, telekomunikasi, pendidikan, dan lain-lainnya. Hampir kita dengan sangat mudah menemukan artikel yang membahas dampak covid-19 saat itu. Saya, termasuk orang yang terlambat memanfaatkan momen tersebut karena tak satupun karya tulis yang berhasil dihimpun terkait covid-19. Saya justru menjadi penyintas covid pada saat itu.
Bagi orang yang bisa memanfaatkan isu ini menjadi karya tulis ilmiah tentunya bangga karena mampu berkontribusi terhadap peradaban dan itu akan tetap dikenang dalam bentuk tulisan. Khusus bagi peneliti sosial ekonomi, fenomena adalah faktor penting dalam topik penelitian. Contoh lain adalah terjadinya bentrokan antar negara. Kejadian tersebut memengaruhi ekonomi secara global. Adanya embargo ekonomi, sanksi ekonomi yang berdampak kepada aktivitas ekonomi terutama pasokan energi dan pangan di wilayah eropa sangat menarik untuk dijadikan suatu kajian.
Bahkan, maraknya penggunaan tik tok pada remaja juga ternyata bisa menjadi kajian pergeseran interaksi sosial remaja yang tentunya akan berdampak kepada kualitas sumberdaya manusia di era mendatang. Berikut adalah tips yang perlu dilakukan saat menghadapi sebuah fenomena agar menjadi sebuah ide karya tulis lmiah.
Perhatikan waktu dalam pengambilan data
Suatu fenomena biasanya terjadi pada kurun waktu tertentu dan umurnya singkat. Covid-19 terjadi kurang lebih 2 tahun. Maraknya komoditas porang kurang lebih juga hanya 1 tahun. Naiknya harga cabai malah kurang dari 3 bulan karena biasanya diikuti dengan harga cabai yang anjlok.
Pengambilan data saat fenomena terjadi sangat perlu diperhatikan terutama dari sisi waktu. Bagaimana mengupayakan data dengan waktu yang singkat dengan tetap memperhatikan teknik sampling agar hasil penelitian akurat. Biasanya, untuk waktu yag relatif singkat banyak karya tulis review untuk menjelaskan fenomena sehingga bisa diterima oleh masyarakat. Contohnya fenomena kenaikan BBM. Penjelasan mengapa perlu pengurangan subsidi biasanya dilakukan review bahwa pengurangan subsidi akan berdampak begini dan begitu, dan seterusnya. Saat marak adanya bantuan benih di wilayah Indonesia timur, saya pun tertarik membuat review tentang dampak pembagian benih secara besar-besaran terhadap harga untuk masa mendatang.
Data sekunder memang menjadi primadona saat kebutuhan membuat keputusan menajdi mendesak. Berbicara tentang data sekunder, ada data sekunder yang terbuka untuk publik dan ada data sekunder yang memang hanya bisa diakses oleh orang tertentu. Maka sebagian fenomena hanya bisa dijelaskan oleh instansi terkait saja.
Abaikan alat statistik yang dikuasai
Melihat sebuah fenomena harus siap dengan alat statistik yang baru. Jika kita selalu mengaitkan topik penelitian dengan alat statistik yang kita kuasai, maka kemungkinan kita tidak mendapatkan jawaban yang memuaskan. Karena fenomena yang terjadi umumnya tidak berulang, selalu ada topik fenomena baru menutup fenomena yang lain. maka tidak heran jika ilmu pengetahuan juga berkembang. Alat statistik saat ini banyak yang baru, fresh berdasarkan kondisi yang ada.
Misalnya, perhitungan indeks daya saing dengan mengandalkan pangsa pasar yang dimiliki oleh suatu negara, lambat laun akan diganti dengan indeks daya saing yang menggabungkan keberlanjutan. Perhitungan kebijakan pada daya saing juga tidak mungkin bisa bertahan hanya dengan menghitung pangsa pasar, melainkan pelaku bisnis dan pasar perlu dipertimbangkan dalam perwujudan penyediaan komoditas eksport tersebut. Termasuk didalamnya adalah market price yang diterima oleh produsen, pedagang, pengumpul dan eksportir agar berkeadilan.
Perhatikan delay publikasi
Sebuah karya tulis ilmiah memerlukan proses review oleh pakar dibidangnya. Proses ini membutuhkan waktu yang cukup panjang. Publikasi nasional umumnya membutuhkan waktu satu tahun. Publikasi internasional bisa lebih dari itu. Proses review dilakukan untuk menjaga kualitas karya tulis ilmiah agar memenuhi syarat scientific. Kondisi saat ini masih lebih baik ketimbang 10 tahun yang lalu yang menggunakan via pos dalam mengirim dokumen. Saat ini biasanya publisher telah memiliki OJS (Open Journal System) sehingga penulis bisa berinteraksi langsung dengan reviewer, editor dalam mempublikasinya naskahnya.
Hal yang menjadi perhatian pada waktu delay ini adalah, kebijakan atau hasil akhir penelitian idealnya bermuara pada sebuah karya tulis yang dipublikasikan di sebuah jurnal. Saat publikasi sedang berproses, tentu fenomena yang sedang hangat membutuhkan penjelasan. Misalnya, mengapa minyak goreng naik? Seorang atau tim peneliti hanya bisa menjelaskan bahwa kenaikan minyak goreng tersebut masih dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat tanpa bisa merinci hasil kajiannya karena terikat pada perjanjian naskah di jurnal, yakni “tidak atau belum mempublikasikan naskah ini”. Sehingga dikhawatirkan saat publikasi sudah benar benar selesai dan naskah publish, masyarakat sudah tidak membutuhkan jawaban tersebut karena sudah sibuk dengan fenomena yang lain.
Oleh karena itu, gunakan jalur artikel non ilmiah atau semi populer atau semi ilmiah untuk merangkai naskah scientific menjadi bahasa yang mudah dipahami. Angka yang tertera dalam naskah KTI bisa saja diganti dengan kalimat normatif. Namun pemikiran ataupun logika yang digunakan bisa saja disampaikan. Salah satunya adalah memiliki blog dan menuliskannya serta mengedarkannya saat ada kolega yang bertanya mengapa terjadi begini dan begitu.
Semoga kedepan kita bisa lebih sensitif terhadap sebuah fenomena dan bisa menkonversinya menjadi sebuah karya tulis ilmiah.
Selamat belajar!
Tinggalkan Balasan