Melihat fenomena kenaikan harga BBM

Kenaikan harga BBM atau istilah lain adalah penyesuaian harga BBM, atau pengurangan subsidi BBM, dan istilah istilah lain yang menyebabkan harga yang dibayar untuk satu liter pertalite, solar atau pertamax, dan jenis BBM lainnya menjadi meningkat. Tidak perlu berdebat tentang istilah, karena apapun istilah itu, faktanya masyarakat membayar lebih untuk seliter BBM dibandingkan sebelumnya.

Melihat fenomena kenaikan harga BBM ini tidak lepas dari pro dan kontra setelah kebijakan ini ditetapkan. Sebagian berpendapat bahwa kebijakan ini sudah benar karena sebagian alokasi subsidi nantinya akan dikeluarkan dalam bentuk subsidi langsung tunai kepada kelompok-kelompok rentan terhadap inflasi karna kondisi global. Sebagian lainnya tetap berpendapat bahwa pengurangan subsidi belum tepat karena masyarakat tengah berjuang memulihkan ekonomi setelah mengalami pandemi covid-19 kurang lebih dua tahun.

Apakah benar begitu? Mari kita telisik satu persatu dari kedua pendapat tersebut.

Kenaikan harga BBM untuk subsidi silang

Filosofi yang sering digunakan bagi mereka yang beralasan bahwa pengurangan subsidi untuk keadilan adalah kesamarataan perolehan subsidi. Berdasarkan data yang dikeluarkan BPS bahwa garis kemiskinan semester 1 tahun 2022 adalah Rp. 505.469/kapita/bulan. Masyarakat yang memiliki pendapatan 500 ribu perbulan tentu saja tidak mampu membeli kendaraan bermotor, sehingga bisa dipastikan subsidi BBM dinikmati oleh masyarakat yang tidak miskin. Pemikiran sederhana ini yang memunculkan pernyataan bahwa BBM tidak tepat sasaran.

Subsidi BBM tahun 2022 dianggarkan berkisar Rp. 502 T. Jika dibagi rata untuk rakyat miskin sekitar 1.599.134/bulan/orang. Menandakan bahwa pengalihan subsidi BBM akan mengangkat tingkat kesejahteraan karna dibantu langsung oleh pemerintah.

Subsidi BBM sebagai Subsidi Ekonomi

Subsidi jika diartikan sebagai pengeluaran pemerintah, maka dalam bentuk apapun pengeluaran itu dilakukan, tidak akan mempengaruhi pendapatan ekonomi karena nilai pengeluaran pemerintah adalah tetap, hanya bergeser dari subsidi BBM menjadi bantuan langsung tunai. Hal ini berdasarkan rumus pendapatan nasional:

Y = C + I + G + NX

Dimana Y adalah pendapatan nasional, C adalah konsumsi, I adalah Investasi, G adalah Pengeluaran pemerintah, dan NX adalah net ekspor impor. Sekilas jika diperhatikan, pemerintah bebas mengeluarkan pengeluaran dalam bentuk apapun, asal jumlahnya sama.

Namun, pada teori mikroekonomi, ternyata ada subsidi yang mempengaruhi operasional produksi. Sebagaimana yang dituliskan pada economicshelp.org, subsidi bisa menurunkan harga dan menaikkan jumlah penawaran.

kenaikan harga BBM

Pada gambar tersebut, ketika perusahaan atau pelaku usaha tidak menerima subsidi, hanya mampu membuat 100 barang dengan harga keseimbangan 30. Namun, karena pelaku usaha mendapat subsidi maka grafik S (penawaran) bergerak kekanan, menghasilkan output 140 di harga 22. Daerah yang diarsir adalah biaya subsidi pemerintah untuk menanggung pergeseran kurva penawaran tersebut.

Nah pertanyaannya, apakah subsidi BBM termasuk ke dalam subsidi yang diceritakan grafik diatas? Betul. Berdasarkan data kementerian ESDM penikmat subsidi BBM adalah sektor transportasi dan industri.

Hal ini menggambarkan bahwa subsidi BBM berada dalam fungsi produksi yang menurunkan biaya produksi dan transportasi sebagai kegiatan ekonomi masyarakat.

Jika kita jabarkan pada rumus pendapatan nasional sebelumnya. Nilai Y juga bisa berarti fungsi produksi yakni fungsi dari tenaga kerja dan modal

Y = f(K,L), berdasarkan fungsi produksi cob douglas, subsidi BBM bisa saja termasuk pengganda dari fungsi produksi atau bisa ditulis dengan:
zY= zf(K,L), bila kita gabungkan dengan persamaan pendapatan diatas menjadi:
zf(K,L) = z(C + I + G + NX)

z sebagai nilai pengganda tidak hanya dirasakan di bagian produksi tetapi juga dirasakan secara tidak langsung oleh konsumsi, investasi, pemerintah dan net ekspor impor. Z bisa disebut sebagai nilai pengganda variabel terhadap pendapatan nasional. nilai pengganda ini jika dikurangi maka akan mengurangi produksi dan meningkatkan harga secara agregat. Sedangkan bantuan Langsung Tunai sebagai penyeimbang dari alokasi penurunan BBM hanya akan berpengaruh terhadap variabel konsumsi. Kita bayangkan jika rumah tangga miskin mendapat bantuan, maka apa yang akan dilakukan? Tentu saja sebagian besar menggunakan untuk konsumsi karena memang itulah tujuan pemberian subsidi.

Jika sudah memahami ini akan timbul pertanyaan. Mengurangi subsidi BBM akan menaikkan harga dan menurunkan pengganda ekonomi. Apakah BLT sebagai penopang terhadap orang yang lemah secara ekonomi bisa memberikan efek yang lebih besar dibandingkan pengurangan nilai pengganda itu sendiri? Apakah BLT ini bersifat continue dan terus menerus untuk jangka panjang sebagai penopang perekonomian? Karena efek pengurangan pengganda ekonomi tentu akan terus ada dan garis penawaran akan bergerak ke kiri membentuk titik ekuilibrium yang baru.

Pertanyaan itu tidak bisa buru buru dijawab tidak. Karena kita belum tau berapa pengaruh subsidi BBM terhadap nilai z tersebut. Dan berapa subsidi BBM mempengaruhi koefisien C dari fungsi pendapatan nasional. Bagaimana artikel ini diteruskan menuju kesana? Semoga ada data yang bisa dianalisis.

Apa yang sebenarnya terjadi?

Perdebatan pengurangan subsidi BBM ini tak akan kunjung usai. Pemerintah tidak mungkin tidak mengerti konsep ekonomi sederhana diatas. Keputusan mengurangi subsidi BBM pun tidak populer dari sisi politis. Jadi apa yang sebenarnya terjadi?

Perekonomian sedang menggeliat menuju pertumbuhan yang baik. Tentu hal ini harus ditopang dengan ketersediaan energi dalam hal ini energi fosil yang masih mendominasi sampai saat ini. Berdasarkan data ESDM dari paparan mafin talks 3, narasumber memberikan informasi bahwa stok minyak secara nasional hanya sekitar 20 hari saja. Artinya dengan kondisi normal dan jika terjadi gangguan stok masuk BBM, stok BBM secara nasional akan habis di 20 hari kedepan. Tentu saja ini berbahaya karena stok yang aman untuk sebuah produk makanan saja berkisar 3 bulan ke depan.

Kondisi pertumbuhan ekonomi yang menunjukkan nilai positif juga akan meningkatkan kebutuhan BBM. Maka jalan yang dipilih adalah mengurangi subsidi untuk menekan penggunaan BBM kearah yang lebih efisien. Masih ingat sebelum kebijakan ini diterapkan, muncul isu menggunakan aplikasi my pertamina? Rencana kebijakan itu juga untuk melakukan efisien penggunaan BBM yang tidak tepat sasaran dari jenis dan pemakainya.

Subsidi BBM atau BLT?

Keduanya berbeda untuk diperdebatkan. Kedua subsidi akan dirasakan oleh masyarakat miskin meskipun tidak pernah membeli BBM atau tidak punya motor. Kelompok tersebut akan merasakan subsidi BBM dalam bentuk harga pangan yang murah karena produsen mampu memangkan biaya transportasi. Kondisi itu bisa dinikmati lebih lama karna bersifat jangka panjang. BLT pun langsung dinikmati oleh masyarakat miskin karena bersifat tunai.

Namun, penggunaan dua subsidi ini sepertinya berbeda. Subsidi BBM adalah subsidi ekonomi yang nilainya memang bisa dikurangi atau dihilangkan jika produktivitas ekonomi bisa meningkat. Ini mirip dengan subsidi input pertanian. Sedangkan BLT merupakan program pengentasan kemiskinan yang bisa dibandingkan dengan program pendidikan, peningkatan skill, atau program lainnya yang sifatnya meningkatkan taraf kesejahteraan masyarakat.

Jadi, subsidi BBM dan BLT tidak bisa dibandingkan meskipun dari pengeluaran yang sama, yakni pengeluaran pemerintah.

Terima Kasih.

Disclaimer: Tulisan ini hanya opini dari hasil ngobrol di kedai kopi dan mengikuti beberapa seminar tentang topik BBM.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *