Kenali tujuan menulis bagi peneliti

Motivasi merupakan suatu dorongan seseorang untuk melakukan sesuatu. Tanpa adanya dorongan tersebut, tentu kemungkinan besar pelaku, dalam hal ini penulis, tidak akan semangat dalam melakukan aktivitasnya (menulis, red). Oleh karena itu, penulis perlu memahami apa tujuan menulis agar upaya yang telah dilakukannya dapat berjalan konsisten dan membuahkan hasil.

Banyak dijumpai penulis begitu menggebu gebu menuangkan ide pemikirannya saat dia menginginkan sebuah capaian. Misalnya saja seorang blogger, semangat membuat artikel dan sebuah blog tatkala tergiur dengan bacaan artikel yang berisi tentang pendapatan seorang blogger sukses dari adsense. Namun, tidak sampai tiga bulan penulis itu tidak mampu meneruskan kegiatan penulisan karena tidak sabar menunggu artikelnya dibaca pengunjung sehingga motivasi yang diperoleh sebelumnya tidak mampu cukup kuat untuk mendorongnya menulis lagi.

Profesi peneliti saat ini sangat disenangi oleh banyak orang karena hingga artikel ini ditulis, tunjangan profesi peneliti merupakan tunjangan terbesar diantara profesi lainnya dalam koridor akademis. Tidak jarang pejabat struktural melirik jabatan fungsional ini karena bosan dengan rutinitas kerja sehari – hari. Ada juga yang membayangkan dirinya pensiun saat menjabat jabatan fungsional tersebut. Namun, saat berbicara tentang penulisan banyak yang mengeluhkan persyaratan – persyaratan yang harus dipenuhi untuk menjadi seorang peneliti. Salah satu syarat yang tentunya wajib dipenuhi adalah membuat karya tulis ilmiah yang dipublikasikan baik di tingkat nasional dan internasional.

Tentunya tidak mudah menulis karya tulis ilmiah yang telah memiliki aturan baku dan batasan batasan yang tidak boleh dilanggar. Sehingga banyak dijumpai mereka gugur dengan sendirinya karena tidak bisa konsisten menghasilkan tulisan. Artinya, motivasinya tidak cukup kuat mendorong peneliti atau calon peneliti untuk dapat meraih apa yang diharapkannya.

Mengenali tujuan menulis

Oleh sebab itu, kita perlu mengenali motivasi dalam menulis. Perlu upaya lebih untuk memahami apa manfaat kita menulis daripada sekedar membayangkan tunjangan kinerja bagi seorang peneliti. Perlu meluangkan sedikit waktu untuk menjawab sebuah pertanyaan mendasar “Mengapa kita harus menulis?’

Progress karir

Alasan pertama mengapa harus menulis bagi seorang peneliti memang tidak bisa jauh dari progress karir yang berujung kepada besarnya tunjangan kinerja. Semakin banyak kita menulis, akan semakin banyak angka kredit yang dikumpulkan sehingga cukup dan layak dipromosikan pada jabatan yang lebih tinggi.

Meskipun peraturan tentang angka kredit terus berubah, namun tidak bisa dipungkiri bahwa angka kredit masih dianggap sebagai udara untuk bernafas dan melangsungkan hidup dengan menyandang status peneliti. Angka kredit yang diperoleh dari hasil tulisan tentunya akan berbeda dengan angka kredit yang bersumber dari kegiatan penelitian. Karena melalui tulisan, tidak hanya angka kredit yang akan diperoleh. Tulisan itu akan tetap ada dan terus dibaca oleh khalayak jika berkualitas. sehingga kebermanfaatnnya akan terus terjaga.

tujuan menulis

Pengakuan atas kerja yang telah dilakukan

Kebermanfaatan yang dimaksud salah satunya adalah bahwa karya tulis ilmiah yang dihasilkan merupakan suatu pengakuan atas kerja yang telah dilakukan. sebagian orang berpendapat bahwa tulisan merupakan sebuah artefak yang menandakan bahwa kita pernah eksis di dunia. Peradaban terdahulu banyak kita ketahui dari sebuah arca atau tulisan dan simbol yang telah mereka tinggalkan.

Menulis, menghasilkan KTI dan publish merupakan wujud penghargaan penulis terhadap dirinya sendiri bahwa ia telah melakukan suatu penelitian atau kerja yang akan dengan mudah untuk dibaca kembali, mengingat apa yang dulu telah ia kerjakan.

Mencegah pencurian data

Saat karya tulis ilmiah seorang peneliti telah publish di sebuah jurnal, atau telah diseminarkan dalam lingkungan ilmiah, maka secara tidak langsung dirinya telah melakukan proteksi terhadap data, ide atau gagasan, dan temuan penelitian. Artinya, penulis tersebut sudah dapat dengan bebas berdiskusi tentang ide dan pendapatnya. Jika suatu saat ada yang menggunakan ide atau data yang dimilikinya, ia akan dengan mudah membuktikan bahwa dirinya pemiliki data dan ide tersebut. Hal ini disebabkan karena sistem publikasi menggunakan sistem index yang telah tercatat dan tersimpan dalam database jurnal.

Beda halnya jika penulis tidak melanjutkan karya tulis ilmiah dalam tahap publikasi. Jika data yang dimilkinya jatuh ditangan orang yang tidak bertanggung jawab dan tidak memiliki etika penelitian yang baik, maka idenya dan datanya bisa saja dicuri.

Terlebih lagi jika bekerja di instansi penelitian, kegiatan penelitian biasanya menghasilkan sebuah laporan yang hanya bisa dibaca oleh instansi tersebut. Jika laporan akhir tidak dikonversi menjadi sebuah karya tulis ilmiah, maka ide dan hasil penelitian tersebut hanya akan menjadi arsip di perpustakaan. Padahal, format laporan kegiatan dan karya tulis ilmiah tidak jauh berbeda. Memerlukan sedikit polesan, sentuhan dan pengayaan materi melalui literatur pustaka untuk memberikan kekuatan pada karya tulis ilmiah.

Kepuasan menjawab tantangan

Kepuasan yang dimaksud adalah kepuasan diri sendiri karena telah menjawab tantangan bahwa dirinya membuktikan bisa menulis. semua orang yang lulus SD pasti bisa menulis. Tapi tidak semua orang yang bisa menulis tersebut mampu menghimpun gagasannya dalam sebuah karya tulis ilmiah yang mampu terbit di jurnal atau publikasi lainnya.

Kepuasan batin ini tentu akan lebih besar dampaknya dibandingkan dengan kepuasan materi. Kepuasan batin akan menimbulkan motivasi yang lebih besar untuk tetap konsisten melakukan penulisan. Jika seseorang telah percaya diri bahwa dirinya mampu menulis, setidaknya ia telah mengatasi keragu – raguan tentang kemampuannya dalam menulis.

Belajar menulis di standar yang lebih tinggi

Karya tulis ilmiah memiliki jenjang dan masing masing jenjang memiliki standar yang tinggi. Pada tahap pembelajaran, penulis biasanya belum percaya diri untuk mempublikasikan karya tulisnya, bahkan kepada sesama rekan. Pada perkembangannya, setelah mengikuti kegiatan kegiatan lingkup akademis seperti seminar maka mulai memberanikan diri menunjukkan karya tulis ilmiahnya dalam lingkup prosiding, kemudian naik ke jurnal. jurnal pun ada tingkatannya. Mulai dari index sinta sampai index internasional / scopus.

Kesemua tingkatan tersebut memiliki standar yang tinggi. Baik itu dari gaya penulisan ataupun cara mensitasi artikel lain. Hal ini menimbulkan sebuah tantangan baru bagi peneliti untuk bisa berkontribusi pada level yang lebih tinggi untuk mendapatkan kepuasan dalam dirinya.

Berkontribusi pada pengetahuan

Ide atau gagasan ilmiah yang telah diakui oleh para pakar tentunya memiliki kontribusi terhadap ilmu pengetahuan. Sekecil apapun ide dan gagasan tersebut akan memperkaya sisi pengetahuan baik itu hanya dalam konteks perbedaan pandangan atau menambah ide yang telah ada.

Pada dasarnya pengetahuan pun mengalami perkembangan dari zaman ke zaman. Umur pengetahuan lebih panjang daripada umur seorang peneliti. pengetahuan yang sekarang merupakan pengetahuan yang telah dibangun oleh peradaban manusia sejak berabad abad tahun yang lalu.

Pengetahuan itu terus berkembang hingga turun temurun. Pada perkembangan pengetahuan, adakalanya pengetahuan itu berubah haluan, adakalanya terus sejalan dengan pengetahuan sebelumnya. Contoh pengetahuan yang berubah haluan adalah tentang persepsi bentuk bumi. Akademis sebelumnya meyakini bahwa bumi datar, sedangkan saat ini kondisinya berbeda, bumi itu bulat.

Kontribusi pengetahuan seorang peneliti dituangkan dalam sebuah karya tulis ilmiah, terkadang ide itu sama dengan ide yang lain, melengkapi, atau bahkan menentang ide yang sudah ada. Tidak heran apabila kita jumpai banyak perbedaan perbedaan di kalangan akademis itu sendiri. Mereka berperang dalam argumen yang logis dan terus mengemukakan bukti bukti ilmiah.

Suatu kebanggaan apabila kita menjadi salah satu penyumbang ide pengetahuan. Terlebih lagi jika Karya tulis ilmiah kita disitasi oleh banyak kalangan yang terus melakukan pengembangan lanjutan terhadap temuan kita.

Membangun profil

Motivasi terakhir yang paling besar adalah membangun profile. Sebagaimana teori kebutuhan, bahwa aktualisasi diri merupakan kebutuhan manusia yang paling tinggi. Begitu pun dengan seorang akademis, perlu membangun sebuah profile sehingga lingkungan akademis mengenali ia lewat tulisan tulisannya. Tidak perlu lagi seorang peneliti bercerita tentang kegiatan penelitiannya yang dilakukan selama berpuluh puluh tahun. Hanya dengan melihat profilnya, membaca apa yang pernah ditulisnya melalui karya tulis ilmiah, orang lain sudah bisa membayangkan apa yang telah ia kerjakan di tahun tahun sebelumnya.

Beberapa hal tersebut menjadi sebuah motivasi atau tujuan menulis bagi peneliti untuk membuat karya tulis ilmiah. Bagi akademis lainnya seperti dosen, mahasiswa, tentu tidak jauh berbeda. Mahasiswa memiliki motivasi untuk bisa menjawab tantangan bahwa dirinya dapat melakukan penelitian dan menuangkan ide gagasan atau hasil penelitiannya dalam sebuah karya tulis ilmiah.

Selamat Belajar!


Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *