Disadari atau tidak, pebisnis biasanya menggunakan analisis time series dalam bisnis. Tukang bakso misalnya, dia akan memiliki persepsi hari apa saja dan tempat dimana dagangannya akan lebih banyak terjual. Hal itu berdasarkan informasi, data dan pengalaman yang dialaminya. Secara tidak sadar dia telah menggunakan analisis time series dengan metode “Naïve”.
Berbeda halnya dengan bisnis besar yang telah memiliki puluhan SKU (Stock Keeping Unit). Tentu harus menggunakan metode kuantitatif dalam meramalkan penjualan produk dan membuat perencanaan. Terlebih, pegawai atau karyawan yang bekerja biasanya silih berganti. Saat pergantian karyawan (biasanya bagian production planning and Inventory control / PPIC) hal yang paling mudah untuk mentransfer rekaman pengalaman penjualan adalah memberikan data penjualan dan menganalisisnya kembali.
Setidaknya ada dua Batasan besar mengapa peramalan menggunakan time series ini penting. Pertama, adanya Batasan pabrik dalam membuat produk. Pebisnis yang melakukan usaha dalam jumlah yang besar dan cepat terserap (bulky), contohnya industry food and beverage, biasanya tidak bisa melakukan produksi by order. Hal ini disebabkan karena permintaan begitu banyak terutama pada saat peak season seperti lebaran, libur sekolah, natal, atau tahun baru. Maka strategi yang digunakan umumnya adalah pengaturan stok. Hingga kini saya masih melihat beberapa iklan sirup “Maryam” yang hadir menjelang lebaran dan stok mulai didatangkan saat sebulan sebelum Ramadhan. Begitu juga perusahaan food and beverage yang lain. Persiapan stok yang banyak itu bukan tanpa alasan. Mereka menggunakan analisis peramalan bisnis dengan menentukan berapa stok yang harus disiapkan menjelang peak season tersebut.
Kedua, adanya Batasan penyimpanan baik pabrik, distributor, maupun pedagang kecil. Pedagang kecil tentu tidak bersedia menyimpan barang terlalu banyak apalagi jika kerjasamanya menggunakan system jual beli putus. Harapan pedagang kecil adalah Ketika ia pesan di pedagang besar atau distributor, barang itu ada. Stok banyak biasanya ada di distributor yang notabene sudah melakukan perjanjian kerja dengan pabrik yang telah menempatkan sales di distributor tersebut. Pemesanan distributor ke pabrik membutuhkan lead time. Bahkan ada yang satu bulan jika menggunakan kapal.
Arus barang tersebut jika tidak diantisipasi dari awal dengan menggunakan peramalan time series, bagian PPIC akan seperti kena serangan jantung saat menyadari bahan bakunya habis dan proses pemesanannya harus impor dengan urusan yang njlimet. Atau bahan bakunya ternyata komoditas pertanian yang saat itu belum panen. Jika itu terjadi, maka momen emas peak season itu akan terlewat begitu saja. Kesempatan perusahaan itu mendapat untung besar dengan penjualan tinggi dan bonus lebaran serta THR juga hanya impian semata.
Hal tersebut tentu bisa dihindari jika management menggunakan peramalan bisnis secara kuantitatif. Peramalan tersebut akan menjadi rencana kerja satu tahun atau bahkan lima tahun kedepan dengan melakukan develop pabrik dengan cara persiapan bahan baku, pengembangan perluasan pabrik, atau peningkatan kualitas mesin. Peramalan bisnis merupakan navigator dari perencanaan produksi yang akan mengatur berapa orang yang akan direkrut dan berapa persen lembur akan dialokasikan.
Perencanaan dalam situasi Covid-19
Covid-19 merupakan salah satu pengecualian dari perencanaan bisnis karena sifatnya yang sangat mendadak. Keberadaannya sebagai pandemic tentu telah merusak perencanaan yang telah dibuat sebelumnya oleh perusahaan besar. Itulah alasan mengapa perusahaan besar lebih merasakan kerugiannya. Kontrak bahan baku sudah dibuat jauh jauh hari, tenaga kerja sudah disiapkan, ternyata penjualan tidak seperti yang diharapkan karena hilangnya daya beli masyarakat. Hal ini menandakan bahwa perlunya asuransi dalam perencanaan bisnis. Bagaimanapun, ada hal yang tidak bisa diprediksikan oleh manusia dan terkadang dating dengan tiba tiba. Ini sama seperti kejadian tiba tiba pabrik mengalami kebakaran atau force majeur lainnya.
Dalam istilah statistic, kondisi covid-19 ini disebut sebagai kondisi outlier atau pencilan. Covid-19 menjadikan data penjualan akan seolah tereset dan time series akan mulai dari awal. Mengapa demikian? Karena pandemic ini membuat manusia memiliki gaya hidup yang berbeda. Jadi bisa saja saat ini semua SKU seolah olah menjadi SKU yang baru karena perlu menyesuaikan apakah produk tersebut sesuai dengan selera masyarakat dalam kondisi new normal.
Demikian, Selamat Belajar!
Tinggalkan Balasan