Menjadi pengusaha pertanian di pusat kota

Menjadi pengusaha pertanian terlihat tidak mudah. Seiring dengan perkembangan zaman, manusia semakin hari semakin memiliki waktu yang terbatas dalam memikirkan pekarangan. Tidaklah heran jika dengan begitu mudahnya melakukan keputusan untuk menutup semua pekarangan, tidak tersisa sedikit pun tanah dalam lahan pekaranganya. Padahal, dalam jurnal ilmiah “Would you be happier living in a greener Urban Area?” mengatakan bahwa manusia cenderung hidup dalam tertekan dan stress bila tidak menjumpai tanaman disekitarnya.

Pengelolaan pekarangan dihadapkan pada permasalahan keterbatasan lahan. Lahan menjadi begitu mahal sehingga terkadang tanaman menjadi tidak prioritas ketimbang membangun garasi, kolam  dan aksesoris bangunan lainnya. Belum lagi permasalahan penempatan letak dengan kondisi lahan minimal, ditambah diluar sana disuguhkan dengan kemudahan akses pasar yang menjadikannya terlihat mudah untuk memperoleh sayuran ataupun makanan instan dengan layanan pesan antar.

Di sisi lain, konsumen sebaiknya mengerti tentang asal muasal makanan yang dikonsumsi setiap harinya. Kekhawatiran akan penggunaan pestisida dan pupuk yang berlebihan tentunya wajar dimiliki oleh konsumen di kota besar yang notabene tidak ada kawasan luas untuk mengusahakan pertanian. Logika sederhana bahwa makanan tersbeut didatangkan dari luar dengan sistem yang cukup rumit. Konsumen hanya melihat hasil akhir yang akan di bawa pulang untuk dikonsumsi.

Pengusaha pertanian di Indonesia tidaklah banyak. Pengusaha pertanian yang dimaksud adalah pengusaha yang memiliki luas lahan ratusan hektar dengan penggunaan teknologi pertanian yang canggih. Umumnya petani di Indonesia hanya memiliki luas tanah yang sempit, tidak lebih dari 0.5 hektar. Penguasaan informasi dan akses teknologi sangat bergantung kepada kelembagaan kelompok tani di desanya. Jika beruntung, konsumen akan memperoleh jaminan kualitas karena kelompok tani memberi label organik dan memasukkannya ke pasar modern.

Solusi Keterbatasan Lahan

Saat ini sudah tersedia berbagai teknologi untuk mengatasi permasalahan keterbatasan lahan. Salah satunya adalah vertiminaponik, yakni penggabungan antara bertanam sayuran dan ikan sebagai pemenuhan protein dan gizi dalam keluarga. Dalam satu sistem, keluarga dapat panen sayur sekaligus ikan lele atau nila. Sangat menguntungkan dan efisiensi tempat. Dekorasi dapat disesuaikan dengan mudah sesuai kebutuhan dalam ruangan.

menjadi pengusaha pertanian

Cara ini seolah menjawab persoalan akan kebutuhan gizi bagi masyarakat perkotaan sekaligus membuat cantik pekarangan rumah. Bayangan tentang petani selalu kotor karena lumpur dan selalu bertahan di bawah terik matahari sirna jika menerapkan kaidah green house baik dengan metode vertiminaponik, hidroponik, dan lain – lain. Bahkan, di negara Eropa, mereka memanfaatkan atap rumah sebagai lahan untuk menghijaukan dan sumber sayuran bagi konsumsi keluarga.

Tidak perlu kuatir akan analisis ekonomi tentang pembuatan vertiminaponik untuk pekarangan. Sudah banyak kajian yang menceritakan tentang keuntungan yang diperoleh dengan membuat paket taman sekaligus kebun. Logika sederhana apabila anda berani mengeluarkan dana untuk tanaman estetika, mengapa tidak anda mengeluarkan dana untuk tanaman estetika plus konsumsi?

Anda tidak perlu kuatir dengan ketersediaan pupuk. Saat ini sudah tersedia beberapa pupuk majemuk dengan kandungan mikro sehingga dapat membantu menghijaukan kembali pekarangan. Contohnya adalah pupuk KNO3 merah yang memiliki kandungan kalium, nitrogen, Natrium, dan boron yang sangat baik untuk fase pertumbuhan. Ada juga KNO3 putih yang baik saat tanaman mengalami fase pembungaan dan buah. Pekarangan hijau dapat memanjakan mata dengan kesan natural yang dapat menurunkan tingkat stress.

Hasil akhir yang tidak kalah pentingnya, keluarga mampu menghadirkan swasembada pangan sehingga tidak bergantung pada stok pasar yang terkadang kualitasnya diragukan karena over pestisida dan pupuk kimia. Tidak jarang penggunaan pestisida dan pupuk kimia yang berlebihan masih meninggalkan residu bahan kimia di dalam syuran dan buah yang ikut termakan oleh konsumen. Tentu hal ini berdampak buruk bagi kesehatan dalam jangka panjang.

Similar Posts

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *