Curah hujan merupakan salah satu variabel yang mempengaruhi produktivitas tanaman pangan di Indonesia. Meskipun variabel curah hujan tidak bisa berdiri sendiri, curah hujan berperan secara langsung terhadap ketersediaan air. Variabel lain yang berpengaruh seperti jenis tanah dan temperatur. Namun tanpa ada air, sebaik apapun jenis tanah dan temperatur yang cocok terhadap tanaman pangan tersebut, pertumbuhan tanaman pangan tetap tidak akan optimal.
Indonesia merupakan negara kepulauan. Posisi geografis yang unik membuat Indonesia memiliki keberagaman curah hujan. Posisi geografis yang dimaksud diantaraya terletak dua benua dan dua samudera. Siklus musim kemarau dan musim hujan bergantung kepada arah angin yang membawa uap air ataupun tidak. Jika ingin merasakan musim yang berbeda dalam satu waktu, pergilah ke Pulau Seram, salah satu pulau di Maluku. Bagian utara pulau seram memiliki curah hujan monsun, sedangkan bagian selatan pulau ini memiliki curah hujan lokal. Maka tidak heran jika sebelah selatan sedang musim hujan, justru disebelah utara sedang musim kemarau.
Curah hujan di Indonesia dibedakan menjadi tiga bagian. Pada artikel tipe curah hujan di Indonesia, tipe curah hujan terdiri dari tipe monsun, ekuatorial, dan lokal. Tipe monsun memiliki satu puncak curah hujan di Bulan Februari dan mayoritas dialami oleh Indonesia bagian selatan termasuk Pulau Jawa. Tidak heran jika Bulan Februari ramai di berita tentang banjir. Wilayah monsun memang sedang mengalami puncak curah hujan. Berbeda dengan wilayah monsun, wilayah ekuatorial memiliki dua puncak curah hujan yakni maret dan oktober. Perbedaan kedua dari monsun, ekuatorial memiliki curah hujan yang merata sepanjang tahun sehingga perbedaan musim kemarau dan musim hujan tidak begitu dirasakan. Berbeda jika kita membahas daerah di pulau jawa yang memiliki musim kemarau sampai tanah persawahan retak dan kekurangan air. Namun, bukan berarti wilayah ekuatorial tidak memiliki musim kemarau. Musim kemarau tetap ada tapi tetap memiliki frekuensi hujan. Wilayah ekuatorial adalah pulau sumatera bagian utara, sebagian utara kalimantan dan sulawesi.
Tipe curah hujan ketiga yakni tipe curah hujan lokal yakni berkebalikan dari wilayah monsun. Ketika wilayah monsun mengalami musim hujan, wilayah lokal ini justru sedang musim kemarau. Daerah yang termasuk wilayah lokal adalah sebagian kecil provinsi Maluku yakni sebagian Pulau Buru dan Pulau Seram.
Pengaruh curah hujan terhadap produksi tanaman pangan
Perbedaan curah hujan ini dapat menjadi masukan untuk pengembangan produksi pangan di Indonesia. Pertama, tanaman pangan terdiri dari beberapa komoditas dan memiliki karakteristik yang berbeda. Komoditas tanaman pangan seperti padi sawah, padi ladang, jagung, dan ubi kayu. Padi sawah dan padi ladang memiliki karakteristik yang berbeda. Padi sawah biasanya memiliki jaringan irigasi yang lebih baik dibanding komoditas yang lain. hal yang menghawatirkan adalah biasanya areal persawahan lebih rendah dibanding pemukiman, sehingga saat terjadi intensitas hujan yang tinggi, areal sawah yang pertama mengalami banjir.
Pentingnya memahami tiga tipe curah hujan ini berkaitan dengan karakteristik varietas. Varietas padi sawah dan padi gogo banyak dikembangkan bagaimana bertahan dengan kondisi yang kering. Padahal untuk wilayah ekuatorial, justru mengalami kelimpahan air hujan. Ubi kayu juga memiliki permasalah terhadap busuk akar saat terjadi kelimpahan air, meskipun komoditas ini tahan terhadap kekeringan.
Kedua, pemahaman tiga tipe curah hujan tentunya menjadi masukan bagi pengembangan tanaman pangan. Lebih bijak apabila menempatkan komoditas yang sesuai dengan ketersediaan termasuk curah hujan. Salah satu penelitian yang dilakukan dengan topik ini adalah artikel jurnal yang berjudul Pengaruh curah hujan terhadap produksi padi gogo di Indonesia. Apabila hasil penelitian ini dapat diimplementasikan, maka setidaknya terjadi pengurangan biaya terhadap resource air karena sudah tersedia oleh alam.
Ketiga, distribusi curah hujan biasanya digunakan untuk menentukan awal musim tanam. Hal ini tentu mudah dilakukan di wilayah monsun yang memiki kondisi musim hujan yang berbeda dengan musim kemarau (dalam hal distribusi curah hujan). Hal ini yang menyebabkan adanya aplikasi jadwal tanam. Namun, jadwal tanam ini kurang berjalan untuk wilayah ekuatorial yang memiliki curah hujan yang lebih merata. Prediksi musim hujan dan musim kemarau agak berantakan jika itu adalah hasil penelitian di wilayah monsun. Tentunya perlu adanya pemisahan antara wilayah monsun dan ekuatorial.
Sebagai penutup, curah hujan tentu bukan satu – satunya variabel yang berpengaruh terhadap produksi tanaman pangan. Curah hujan merupakan salah satu variabel iklim yang berpengaruh langsung terhadap ketersediaan air termasuk air tanah. Variabel lain seperti suhu, kecepatan angin, intensitas cahaya matahari juga perlu diperhatikan. Namun, biasanya variabel tersbeut banyak dipengaruhi oleh ketinggian suatu tempat.