Simulasi Dinamis Penggunaan Jerami Mengurangi Pupuk

Penggunaan jerami mengurangi pupuk. Tidak bisa dipungkiri jika petani saat ini mengandalkan pupuk subsidi sebagai pemenuhan utama pupuk sebagai input pertanian. Pupuk memanglah merupakan faktor penentu produktivitas tinggi selain penggunaan benih. Namun sebagian besar berpendapat bahwa pupuk bisa digantikan dengan ketersediaan biomassa di sekeliling kebun. Contohnya adalah jerami sebagai output sampingan dari budidaya padi.

Pupuk Subsidi Sebagai Bagian Subsidi Input

Pupuk merupakan salah satu faktor produksi penting dalam usaha tani pangan untuk memperoleh produktivitas tinggi. Upaya mengelola pengadaan, penyaluran, dan penggunaan pupuk telah diatur, dilaksanakan, dan diawasi pemerintah oleh pemerintah sebagai salah satu bagian subsidi yang diatur dalam peraturan pemerintah.

Arti kata subsidi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah bantuan uang dan  sebagainya kepada yayasan, perkumpulan, dan sebagainya (biasanya dari pihak pemerintah). Menurut Milton H. Spencer dan Orley M. Amos, Jr. dalam bukunya Contemporary Economics Edisi ke-8 halaman 464 sebagaimana dikutip oleh Rudi Handoko dan dan Pandu Patriadi menulis bahwa subsidi adalah pembayaran yang dilakukan pemerintah kepada perusahaan atau rumah tangga untuk mencapai tujuan tertentu yang membuat mereka dapat memproduksi atau mengkonsumsi suatu produk dalam kuantitas yang lebih besar atau pada harga yang lebih murah. Secara ekonomi, tujuan subsidi adalah untuk mengurangi harga atau menambah keluaran (output).

Selanjutnya, menurut Suparmoko, subsidi (transfer) adalah salah satu bentuk pengeluaran pemerintah yang juga diartikan sebagai pajak negatif yang akan menambah pendapatan mereka yang menerima subsidi atau mengalami peningkatan pendapatan riil apabila mereka mengkonsumsi atau membeli barang-barang yang disubsidi oleh pemerintah dengan harga jual yang rendah. Subsidi dapat dibedakan dalam dua bentuk yaitu subsidi dalam bentuk uang (cash transfer) dan subsidi dalam bentuk barang atau subsidi innatura (in kind subsidy).

Subsidi pupuk sebenarnya merupakan salah satu subsidi input dalam proses budidaya atau sistem agribisnis. Pemerintah membantu petani meringankan biaya operasional seperti benih, pupuk, dan obat – obatan. Menurut laporan yang ditulis oleh Pusat Sosial Ekonomi Pertanian (2016), Petani di Indonesia umumnya menghadapi  kendala biaya produksi sehingga keputusan petani dalam usahatani didasarkan oleh cost minimization, bukan profit maximization, yakni kondisi dimana tidak ada kendala biaya produksi. Oleh sebab itu, pemberian subsidi input lebih disukai oleh petani.

Masih terkait dengan kondisi cost minimization, pupuk merupakan salah satu teknologi yang dapat meningkatkan produktivitas tanaman secara signifikan. Maka input pupuk melalui mekanisme subsidi lebih mudah mengakselerasi peningkatan produksi di tingkat petani. Santoso (2020) mengungkapkan subsidi input akan membantu petani saat berada dalam produktivitas yang rendah sehingga mencapai produktivitas tertentu. Produktivitas tertentu yang dimaksud adalah saat petani mencapai produktivitas tinggi yang bisa memenuhi semua biaya operasional sehingga pada saat itu harga menjadi salah satu faktor penentu penerimaan untuk menyerap semua hasil pertanian.

Seiring waktu berjalan, pemberian subsidi pupuk menimbulkan berbagai macam permasalahan. Pertama, kuota yang diberikan pemerintah pada umumnya tidak memenuhi kebutuhan total luas lahan pertanian. Padahal di tingkat petani telah terjadi ketergantungan bantuan subsidi pupuk. Hal ini mengakibatkan adanya isu kelangkaan pupuk dan petani beranggapan bahwa ketersediaan pupuk merupakan tugas dari pemerintah. Kedua, secara operasional Efektivitas kebijakan pupuk subsidi diukur berdasarkan enam indikator, antara lain tempat, jenis, waktu, jumlah,  mutu dan harga. Diantara  keenam indikator tersebut,  jumlah dan waktu adalah indikator yang  menjadi prioritas untuk dibenahi karena memiliki tingkat kepentingan yang tinggi namun kepuasan atau performance yang masih rendah. Sedangkan indikator harga, mutu, dan jenis memiliki tingkat kepentingan dan kepuasan yang tinggi. Indikator tempat menandakan bahwa penyaluran subsidi pupuk sudah melebihi ekspektasi meskipun menurut petani, indikator ini dirasa kurang penting dibandingkan indikator lainnya.

Pengaturan waktu dalam operasional pengadaan pupuk bersubsidi dinilai sangat penting karena pemberiaan pupuk harus sesuai dengan fase pertumbuhan tanaman. Urea yang  banyak mengandung unsur N biasanya diberikan pada masa vegetatif untuk memperbanyak daun dalam memperluas proses fotosintesis. Unsur P dan K biasanya digunakan dlaam proses pembungaan dan pembuahan. Keterlambatan pemberian pupuk yang diakibatkan keterlambatan kedatangan pupuk menyebabkan pemberian unsur tersbeut tidak ooptimal. Dalam laporan realisasi pupuk, hanya tertuang realisasi dalam satu tahun. Hal ini tidak bisa menerangkan pupuk yang datang dalam MT 2 untuk mengejar  target realisasi pupuk bersubsidi.

Ketiga, pemberian pupuk bersibsidi secara terus menerus akan menurunkan daya saing produk pertanian. Orientasi usahatani yang menekankan pada cost minimization akan memilih biaya produksi yang paling murah, dalam hal ini pemilihan pupuk bersubsidi. Berdasarkan permentan no 47 tahun 2018, ditetapkan harga eceran tertinggi pupuk bersubsidi yakni pupuk urea Rp. 1800/Kg, pupuk SP-36 Rp. 2000/Kg, dan pupuk NPK dengan harga Rp. 2300/Kg. Selisih harga subsidi dan non subsidi hampir mencapai Rp.3000/Kg. Pada prakteknya, petani biasanya tidak memperhitungkan biaya selisih tersebut karena beranggapan bahwa pupuk bersubsidi akan selalu tersedia oleh pemerintah. Hal ini menimbulkan bahwa secara real, harga pokok produksi pertanian yang dihasilkan sebenarnya harga yang terbentuk tanpa subsidi. Jika suatu saat subsidi ini dialihkan dalam bentuk yang lain, maka harga akan melonjak dan tidak mampu bersaing dengan komoditas dari luar daerah atau luar negeri yang sudah terbiasa dengan tanpa bantuan subsdi input (daya saing pertanian dalam negeri lebih rendah).

Pemerintah sebenarnya mampu menggunakan subsidi output yakni dengan cara memberikan insentif harga pada hasil akhir sistem agribisnis. Prioritas pemberian subsidi output didasari oleh kepastian harga dan penjualan produk produk pertanian terutama saat panen raya tiba. Panen raya biasanya diikuti dengan harga yang rendah akibat overstok. Subsidi output lebih cocok pada petani yang beroroentasi profit maximixation, yakni tidak ada kendala dalam pemilihan faktor produksi.

Rekomendasi Kebijakan Pemenuhan Pupuk Sustainable Sebagai Pemenuhan Kebutuhan Pupuk

Meski masih bersifat debatable antara penggunaan subsidi input dan subsidi output, transformasi atau perpindahan jenis subsidi dari input ke output sebaiknya diperhatikan. Kondisi ideal pemerintah melakukan subsidi output yakni petani tidak lagi kesulitan meraih akses faktor input produksi termasuk pupuk. Padahal tanpa adanya bimbingan dan pendampingan, petani terus beranggapan bahwa pupuk disediakan oleh pemerintah melalui mekanisme subsidi. Hal ini menjadi suatu permasalahan yang tidak kunjung usai saat komposisi subsidi hanya bisa menutupi 40 persen dari kebutuhan total pupuk.

Berdasarkan analisis kecukupan dan kebutuhan pupuk, bahwa pupuk urea bersubsidi hanya mencukupi 35 persen dari kebutuhan urea di Sumatera Utara dengan asumsi kebutuhan urea rendah yakni 200 kg/ha. Kemudian pupuk SP-36 hanya mencukupi sekitar 47 persen, dan pupuk NPK hanya mencukupi sekitar 25 persen.

Upaya pemenuhan kebutuhan pupuk secara mandiri dapat dilakukan dengan cara memanfaatkan biomassa yang ada disekitar lahan pertanian. Pada lahan sawah, jerami yang dihasilkan dapat dikembalikan kedalam tanah sehingga tidak terbuang dan dapat dimanfaatkan dalam budidaya selanjutnya. Menggunakan modelling sistem dinamis, penggunaan jerami dapat menurunkan kebutuhan urea dalam jangka waktu yang panjang. Adapun asumsi yang digunakan dalam modelling ini adalah sebagai berikut:

  1. Kandungan N dalam jerami sekitar 0.6 persen (Ansari, 2014)
  2. Indeks panen padi rata rata 40%, artinya 60 persen adalah jerami (Cristanto 2014). Indeks panen merupakan perbandingan antara hasil atau biji yang dihasilkan dengan total biomassa dari tanaman dengan luas tertentu.
  3. Produktivitas padi di Sumatera Utara adalah 5.032 ton perha, (BPS 2019). Angka ini menunjukkan bahwa dalam satu hektar sawah akan menghasilkan padi sekitar 5.0 ton dan jerami atau biomassa lainnya sekitar 6.0 ton dengan asumsi indeks panen sebelumnya.

Asumsi tersebut kemudian dituangkan dalam sebuah model yang ditunjukkan pada gambar di bawah. Pada gambar tersebut terlihat bahwa adanya stok N dalam tanah dan stok jerami sebagai hasil sampingan produksi padi sawah. Stok N dalam tanah dipengaruhi oleh penggunaan Urea dengan nilai konversi kandungan N dalam urea sebesar 45 persen. Penggunaan N dan input N akan mempengaruhi stok N dalam tanah. Pengunaan N dipengaruhi oleh budidaya padi dengan kebutuhan sekitar 90 Kg perha unsur N atau setara dengan 200 Kg urea. Sedangkan dalam sisi input, N dipengaruhi langsung oleh pemberian Urea atau jerami yang dikembalikan di dalam tanah.

Modelling sistem dinamis ini berusaha menampilkan kebutuhan pupuk urea dalam dua kondisi, kondisi pertama tanpa dilakukan pengembalian jerami dalam tanah, yang artinya jerami dibakar sehingga unsur N akan menguap dalam udara. Kondisi kedua yakni jerami yang dihasilkan oleh padi sawah dikembalikan di dalam tanah melalui proses pembusukan atau dekomposer

Hasil modelling sistem dinamis ditunjukkan pada gambar 2.  Pada gambar tersebut terlihat ada dua garis 1 dan 2. Garis 1 menunjukkan kondisi awal tanpa melakukan pengembalian unsur N dalam tanah melalui jerami. Garis 1 bersifat konstan, menunjukkan pengertian bahwa petani akan selalu menggunakan pupuk Urea sebagai input unsur N. Penggunaan urea sebagai sumber unsur N bukanlah tanpa resiko. Penggunaan urea dalam jumlah yang berlebihan justru akan menyebabkan tanaman mudah layu dan membangun konsentrasi garam beracun dalam tanah, sehingga terjadi ketidakseimbangan kimia tanah dan dapat mengubah pH alami tanah.

Garis 2 menunjukkan penggunaa jerami sebagai pendamping penggunaan urea. Garis kebutuhan urea menunjukkan slope negatif dengan penurunan yang berkelanjutan sehingga pada penggunaan 24 pertanaman, petani hanya memerlukan setengah dosis urea karena sudah dicukupi oleh kebutuhan N secara alami.

Penggunaan jerami sebagai tambahan unsur N terlihat memerlukan waktu yang cukup lama, yakni sekitar 24 kali masa tanam. Jika dalam suatu wilayah atau kabupaten hanya memiliki 2 indeks pertanaman atau dua kali masa tanam dalam setahun, maka memerlukan waktu 12 tahun untuk menggantikan setengah urea dengan N alami.

penggunaan jerami mengurangi pupuk

Hal ini bisa diperbaiki dengan tambahan pupuk kandang atau pupuk kompos yang memiliki kandungan N dan unsur lainnya (mikro) lebih tinggi sehingga akan mempercepat kesuburan dalam tanah.

Pengetahuan tentang adanya N alami di lingkungan lahan pertanian merupakan pengetahuan penting yang seharusnya dimiliki petani selain mengandalkan pupuk bersubsidi. Maka kebijakan pertanian dalam penyediaan input pupuk sebaiknya dilakukan pada arah ketersediaan input alami yakni dengan cara:

Diseminasi teknologi pupuk alami sustainable

Pupuk organik memiliki kandungan yang lebih kaya dibandingkan pupuk non organik. Pupuk organik sangat bermanfaat bagi peningkatan produksi pertanian baik kualitas maupun kuantitas, mengurangi pencemaran lingkungan, dan meningkatkan kualitas lahan secara berkelanjutan.

Penggunaan pupuk organik dalam jangka panjang dapat meningkatkan produktivitas lahan dan dapat mencegah degradasi lahan. Sumber bahan untuk pupuk organik sangat beranekaragam, dengan karakteristik fisik dan kandungan kimia yang sangat beragam sehingga pengaruh dari penggunaan pupuk organik terhadap lahan dan tanaman dapat bervariasi. Selain itu, peranannya cukup besar terhadap perbaikan sifat fisika, kimia biologi tanah serta lingkungan. Pupuk organik yang ditambahkan ke dalam tanah akan mengalami beberapa kali fase perombakan oleh mikroorganisme tanah untuk menjadi humus. Bahan organik juga berperan sebagai sumber energi dan makanan mikroba tanah sehingga dapat meningkatkan aktivitas mikroba tersebut dalam penyediaan hara tanaman.

Penambahan bahan organik di samping sebagai sumber hara bagi tanaman, juga sebagai sumber energi dan hara bagi mikroba. Bahan dasar pupuk organik yang berasal dari sisa tanaman sedikit mengandung bahan berbahaya.

Proses pembuatan pupuk organik baik menggunakan pupuk kandang atau sisa sisa tanaman terus disebarluaskan sehingga digunakan secara luas. Metode diseminasi dapat menggunakan demonstrasi plot, penyuluhan, dan berbagai kajian adaptasi pupuk organik terhadap kesuburan tanah.

Tingkat adopsi inovasi teknologi oleh petani diawali oleh persepsi petani terhadap stimulus yang diterima, didahului oleh perhatian sehingga individu mampu mengetahui, mengartikan, dan menghayati tentang hal yang diamati, baik yang ada di luar maupun di dalam individu (Rogers 1995). Informasi yang diterima tersebut kemudian diproses sebagai tahap pengetahuan (knowledge), tahap bujukan (persuation), tahap putusan (decision), tahap implementasi (implementation), dan tahap pemastian (confirmation). Pada tahap akhir ini, petani dengan sukarela akan menerapkan inovasi teknologi, bahkan bersedia menyebarluaskan kepada petani lainnya.

Integrasi tanaman-ternak

Integrasi tanaman perkebunan dengan peternakan merupakan suatu konsep sistem zero wastedan baik untuk  kelestarian  lingkungan  (Bahri & Tiesnamurti, 2013). Pemanfaatan limbah hasil perkebunan sebagai pakan ternak dan pemanfaatan kotoran ternak sebagai pupuk  perkebunan  akan  menghasilkan  siklus  yang tidak terputus antara tanaman perkebunan dan ternak sehingga  keuntungan  juga  diperoleh  dari  minimisasi biaya  produksi.  Hal  tersebut  juga  membantu  upaya permasalahan pengembangan populasi ternak karena daya   dukung   pakan   ternak   terus   menurun   akibat persaingan  dalam  pemanfaatan  lahan  untuk  usaha ternak, tanaman pangan, perkebunan, dan perumahan (Priyanto, 2011).

Konsep  integrasi  tanaman-ternak  diyakini  dapat meningkatkan  pendapatan  petani.  Penggunaan  sapi sebagai  tenaga  kerja  perkebunan  meningkatkan  pendapatan  secara  tidak  langsung  menggantikan  upah tenaga  kerja.  Petani  sawah  juga  mampu  mengolah lahan hingga mencapai 1,5-2 ha, yang biasanya hanya mencapai  0,7  ha.  Kontribusi  pendapatan  dari  usaha ternak pun  menjadi  keutamaan  dari  konsep  integrasi ternak  karena  petani  memperoleh  pemasukan  dari penjualan hasil ternak (Kusnadi, 2008)

Pengembangan pertanian organik

Salah satu prinsip pertanian organik adalah penggunaan lahan, lahan untuk dibudidayakan organik harus bebas dari cemaran bahan agrokimia dari pupuk dan pestisida. Lahan dapat berupa lahan pertanian yang baru dibuka atau lahan pertanian intensif yang telah dikonversi menjadi lahan pertanian organik. Lama masa konversi bergantung pada penggunaan lahan, pupuk, pestisida, dan jenis tanaman. Prinsip lainnya adalah bahwa benih atau bibit bukan berasal dari bibit hasil rekayasa genetika atau genetically modified organism (GMO). Sebaiknya benih berasal dari kebun pertanian organik. Penggunaan pupuk sebagai pengganti pupuk sintesis. Pupuk organik tersebut berasal dari sisa-sisa tanaman, pupuk alam, dan rotasi tanaman legume. Pengendalian hama, penyakit pada pertanian organik dilakukan secara manual, biopestisida, agen hayati, dan rotasi tanam. Pengendalian hama diarahkan secara terpadu dengan mengutamakan keseimbangan ekosistem. Penggunaan pestisida kimia sintesis dihindari karena pestisida tersebut merusak keseimbangan ekosistem.

Meskipun bukan merupakan tujuan akhir dari pengurangan pupuk bersubsidi, pertanian organik semakin digemari karena isu kesehatan. Namun, meskipun pasar yang menampung produk organik adalah pasar menengah keatas dengan harga jual yang tinggi dibanding produk non organik, pembeli atau peminat organik masih kalangan terbatas sehingga persaingan usaha organik lebih sulit dibanding pemenuhan kebutuhan pasar produk non organik.

Upaya upaya tersebut diharapkan mampu mengubah pengetahuan petani bahwa pupuk subsidi merupakan tugas pemerintah untuk mengadakannya setiap musim tanam. Selain itu, tingkat daya saing pertanian juga akan meningkat seiring meniingkatnya kemampuan sumberdaya lahan yang semakin subur tanpa adanya tambahan pupuk kimia. Proses budidaya dengan menerapkan keseimbangan ekosistem akan lebih murah sehingga menghasilkan harga yang kompetitif baik di pasar domestik maupun internasional.

4 pemikiran pada “Simulasi Dinamis Penggunaan Jerami Mengurangi Pupuk”

Tinggalkan komentar