Persepsi Petani Terhadap Gapoktan Sebagai Pengelola Dana Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) dan Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) di Pulau Seram

Sebuah karya tulis ilmiah yang dimuat dalam buku “Kemandirian Modal Petani dalam Perspektif Kebijakan Puap”.  Artikel ini bercerita tentang persepsi petani terhadap gapoktan yang ditugaskan untuk mengelola dana Bantuan Langsung Masyarakat (BLM).

Gapoktan (gabungan kelompok tani) merupakan suatu organisasi yang terdiri dari beberapa kelompok tani. Biasanya dalam satu desa hanya terdapat satu gapoktan. Gapoktan terdiri dari ketua, bendahara, sekretaris dan anggota. Syarat menjadi anggota dan pengurus gapoktan adalah harus menjadi petani, baik secara real maupun secara administratif (ditunjukkan dengan bukti KTP).

Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan (PUAP) merupakan sebuah program pemerintah berupa fasilitas bantuan modal usaha untuk petani anggota, baik petani pemiliki, petani penggarap, buruh tani maupun  rumah tangga tani. PUAP menjadi salah satu kegiatan dari Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri (PNPM-M) yang dilaksanakan oleh Kementerian Pertanian yang pengelolaannya didampingi oleh tenaga penyuluh pendamping dan Penyelia Mitra Tani (PMT). Adapun tujuan program tersebut adalah untuk mempercepat tumbuh dan berkembangnya usaha agribisnis dengan sasaran mengurangi kemiskinan dan pengangguran di perdesaan.

Penetapan lokasi sebenarnya dibatasi faktor kemampuan jelajah penulis yang tidak bisa mengeksplore keseluruh wilayah di Provinsi Maluku. Maluku merupakan wilayah kepulauan sehingga membutuhkan biaya yang tinggi untuk dapat mengunjungi satu persatu kabupaten. Pemilihan Pulau Seram juga karena Pulau Seram merupakan pulau yang terdiri dari 3 kabupaten di Provinsi Maluku, Yakni Maluku Tengah, Dseram Bagian Timur, dan Seram Bagian Barat, sehingga dapat dikatakan mewakili kabupaten lainnya di Provinsi Maluku.

Alat analisis yang digunakan pada tulisan ini adalah analisis regresi logistik yang mengelompokkan responden menjadi dua, yakni petani yang menilai kinerja gapoktan berkinerja baik dan petai yang menilai gapoktan berkinerja buruk atau kurang baik. Variabel yang signifikan terhadap penilaian kinerja gapoktan dimata petani adalah pendidikan, jumlah tanggungan keluarga, dan lama profesi.

Petani yang memiliki tingkat pendidikan yang tinggi cenderung menilai gapoktan memiliki kinerja yang baik. Hal ini dapat dimengerti karena petani tersebut memahami pentingnya program PUAP untuk membantu petani dalam keterbatasan modal. Jumlah tanggungan dan lama profesi juga signifikan terhadap persepsi gapoktan. Petani yang memiliki jumlah anggota keluarga lebih banyak cenderung berpendapat bahwa program PUAP merupakan program yang tepat untuk mengatasi permasalahan modal di kalangan mereka.

Hal yang menarik yang tersirat dalam tulisan ini adalah bahwa gapoktan merupakan organisasi yang banyak terbentuk setelah program PUAP digulirkan. Banyak kelompok petani yang mengajukan diri untuk membuat gapoktan dengan tujuan menerima dana tersebut. Proses pengajuan instan ini yang banyak dipahami oleh masyarakat sendiri sebagai penyebab gagal uang PUAP bisa kembali ke pengurus gapoktan. Masyarakat menganggap dana tersebut merupakan dana masyarakat yang tidak perlu lagi dikembalikan ke negara. Dari istilahnya saja BLM berarti “ Bantuan langsung Masyarakat” sehingga masyarakat menganggapnya sebagai bagian dari bantuan langsung tunai yang saat itu sedang trend.

Namun contoh tersebut tidak bisa digeneralisasikan ke semua gapoktan di Indonesia. Terdpat beberapa gapoktan yang maju dan berhasil dengan adanya bantuan ini. Sistem norma yang berlaku di masyarakat berpengaruh sangat kuat terhadap proses aliran dana ini. Masyarakat yang memiliki aturan norma dan budaya malu terhadap hutang yang dipinjam, biasanya akan mengembalikan pinjaman usaha tersebut kepada pengurus gapoktan, meskipun pengembalian uang itu dengan cara meminjam uang saudara atau temannya. Kebijakan program di tengah masyarakat tersebut mampu menjadikan gapoktan lebih kuat dalam pendanaan dan memiliki aset tanah, bangunan, dan tabungan di bank. Bahkan, beberapa gapoktan membuat kelembagaan resmi simpan pinjam berupa koperasi yang awalnya hanya berupa Lembaga Keuangan Mikro Agribisnis (LKMA). Salah satu gapoktan yang berhasil dalam mengelola dana PUAP saya tuliskan dalam karya tulis yang berbeda.

Berikut adalah makalah yang berjudul Persepsi Petani Terhadap Gapoktan Sebagai Pengelola Dana Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) dan Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) di Pulau Seram

Beberapa point penting yang ingin ditekankan dalam tulisan ini adalah pentingnya komunikasi internal antara pengurus gapoktan dan anggotanya. Petani menganggap gapoktan memiliki kinerja yang baik apabila gapoktan menyediakan sarana komunikasi dan keputusan yang dibentuk sudah berdasarkan pada prinsip adil dan demokratis. Petani gapoktan yang memiliki ikatan sosial dengan organisasi gapoktan akan menghomati segala keputusan yang disepakati bersama. Begitupun sebaliknya, petani yang berpendapat gapoktan berkinerja buruk adalah mereka yang tidak melaksanakan musyawarah bersama dan tidak melakukan pertemuan rutin untuk membahas masalah yang mereka hadapi. Dana yang mereka terima hanya mereka teruskan kepada anggota gapoktan atau masyarakat desa tanpa pernah mengajak anggota untuk membahas usaha atau sistem aliran uang yang mestinya mereka lakukan untuk menindaklanjuti dana PUAP.

Meski program PUAP saat ini sudah tidak berjalan lagi, semoga saja ini dapat menjadi pelajaran bagi pemerintah yang akan mengeluarkan program yang lain untuk membantu petani dari sisi modal.

Similar Posts

2 Comments

Tinggalkan Balasan ke Gatot Susanto Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *