Penelitian kualitatif dan kuantitatif dalam pandangan sosek

Sosek memiliki kepanjangan sosial ekonomi. Dua kata pembentuknya memiliki domain yang berbeda jika berbicara tentang bidang penelitian. Kata pertama sosial lebih dominan melakukan penelitian kualitatif karena menyangkut multidimensi kehidupan dan hubungan antar manusia dalam sebuah komunitas atau masyarakat. Meskipun saat ini sudah tersedia pengukuran kebahagiaan seseorang, namun hal yang menarik adalah alasan mengapa orang bahagia dan mengapa sebagiannya tidak.

Kata kedua adalah ekonomi. Terdiri dari ilmu makro dan mikro. Keduanya sudah memiliki indikator baku dalam pembahasannya. Bahkan, banyak rumus ekonomi makro dan mikro yang berasal dari turunan rumus matematika dan menjadi sebuah hukum seperti hukum permintaan dan penawaran serta pembentukan harga di sebuah pasar. Tentu domain yang lebih tepat dalam hal ini adalah penelitian kuantitatif. Menggunakan sebuah angka dalam semua indikator akan memudahkan kita menentukan posisi pertumbuhan ekonomi dibanding dengan wilayah lainnya. Sebagus apapun testimoni para tokoh dan orang di dalamnya, tetap angka lebih mudah menggambarkan sebuah perekonomian.

Anggapan keliru kuantitatif dan kualitatif

Masih sering dijumpai seorang peneliti atau mahasiswa menganggap penelitian kuantitatif lebih susah dan membutuhkan waktu lama dibandingkan dengan penelitian kualitatitif. Penelitian kuantitatif lebih mudah disanggah karena teori yang digunakan bersifat umum dan semua dapat mengaksesnya. Misalnya pada teori dijelaskan bahwa luas lahan merupakan salah satu faktor produksi, namun tiba – tiba seorang peneliti menemukan bahwa luas lahan tidak berpengaruh terhadap tingkat produksi. Tentunya hal ini akan menjadi pertanyaan besar dan menjadi serangan dalam seminar hasilnya.

Selain itu, anggapan kuantitatif lebih lama mengolahnya karena memiliki jumlah responden yang harus dipenuhi, sementara kualitatif tidak. Minimal angka rumus dari slovin diperlukan untuk mengetahui berapa responden yang akan dijumapinya di lapangan. Ini membuat bayangan peneliti tersebut pada waktu yang digunakan cukuplah lama. Jika sehari hanya menjumpai 3 orang untuk diwawancarai, lalu berapa hari jika dia harus mewawancarai 50 orang? Bukankah akan lebih mudah jika dia mewawancarai satu orang secara mendalam hanya satu hari saja?

Kualitatif dan kuantitatifnya orang sosek

Saat ini sudah bukan zamannya lagi membicarakan mana yang lebih baik antara penelitian kualitatif dan kuantitatif meskipun pada kenyataannya hal tersebut masih sering dijumpai. Perdebatan itu sudah merupakan warisan perdebatan turun menurun sejak awal abad 19. Bahkan saat itu perdebatannya lebih ekstrim karena mempengaruhi institusi seperti universitas yang menganutnya. Mereka menyerang satu sama lain dengan perang argumen yang dipublikasikan baik secara ilmiah maupun artikel populer.

Penelitian kualitatif dan kuantitatif
ilustrasi proses pencarian literatur
sumber: pexels.com

Pemahaman kualitatif dan kuantitatif seharusnya didasari dengan kebutuhan penelitian, bukan karena mengikuti batasan yang ada. Batas yang ada seperti contoh karena waktu penelitian begitu singkat, sehingga memilih untuk kualitatif. Padahal, permasalahan penelitian seharusnya dipecahkan secara kuantitatif. Hasilnya? Sudah pasti akan keliru atau tidak menjawab kebutuhan.

Sebagai orang sosial ekonomi yang memiliki keahlian penelitian kualitatif dan kuantitatif, akan lebih indah apabila penelitiannya memadukan keduanya. Kuantitatif ibarat kerangka tubuh manusia. Kehadirannya sangat diperlukan untuk menyangga argumen argumen yang diibaratkan lemak dan daging sebagai analisis kualitatif. Argumen dan penjelasan deskriptif akan kuat jika didukung dengan data kuantitatif, sebaliknya data kuantitatif akan lebih hidup jika dapat menjelaskan secara kualitatif.

Maka tidak heran apabila peneliti memang akan pusing jika menjumpai hasil penelitian yang berbeda dari teori seharusnya seperti contoh diatas tentang luas lahan dan produksi. Namun tentunya harapan dia bisa menemukan jawabannya apabila dia melakukan tindak lanjut dengan penelitian kualitatif untuk menjawab mengapa demikian.

Waktu yang sempit juga tidak menjadi alasan peneliti mengubah haluan menjadikan penelitian kualitatif padahal permasalahan bisa diselesaikan dengan kuantitatif. Peneliti bukanlah seorang wartawan yang hanya bertugas menyampaikan ide dan gagasan seseorang. Bahkan, asumsi penelitian kualitatif lebih singkat dibandingkan penelitian kuantitatif saja sudah keliru. Penelitian kualitatif yang sebenarnya justru harus memahami betul kondisi sosial masyarakat dan berusaha membaur atau hidup bersama mereka. Hal ini bertujuan untuk menangkap apa yang mereka rasakan namun tidak terungkap selama wawancara. Peneliti dalam metodenya juga membuat transkip wawancara dan buku pengamatan harian untuk benar benar menjawab permasalahan penelitian. Apakah hal tersebut bisa diselesaikan hanya dalam satu dua hari saja?

Berbeda halnya jika peneliti tersbeut memang sudah ditugaskan didaerah tertentu dan hidup didalamnya. Dia mungkin hanya memerlukan satu atau dua responden sebagai penguat karena pada dasarnya dia telah merasakan kehidupan sosial di daerah tersebut.

Terkait dengan jumlah responden, memang benar ada sample minimal yang harus dipenuhi untuk meakukan penelitian kuantitatif. Namun apabila menjumpai suatu kelompok yang homogen, maka jumlah sample dapat diubah, terutama untuk analisis yang sifatnya tidak membutuhkan data yang heterogen seperti analisis usahatani. Selain itu, mendapatkan responden yang banyak sebenarnya hanya berbicara tentang cara atau strategi mendapatkannya. Misalnya mengumpulkan kelompok dalam suatu pertemuan, memanfaatkan teknologi komunikasi, network, dan sumber daya untuk mendapatkan target tersebut.

Selamat belajar

Similar Posts

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *