Masihkah ada diskriminasi Gender dalam bisnis?

Diskriminasi gender merupakan isu yang umum dan berkembang dari tahun ke tahun. Isu tersebut tidak lepas dari upaya wanita untuk mendapatkan emansipasi atau kesetaraan dalam hal karir, bisnis, jabatan, dan lain – lain.

Mengapa hal ini terus berkembang?

Pada zaman dulu, era perang dunia baik I maupun II, wanita praktis tidak memiliki karir kecuali bekerja di rumah. Berbeda dengan para pria yang dipanggil oleh negara untuk berperang dan meniti karir di bidang militer. Saat itu, wanita bahkan menjadi objek peperangan. Rentan menjadi tahanan dan rampasan perang.

Setelah masa perang berlalu, beralih ke masa industrialisasi. Masa tersebut pada mulanya tetap mengandalkan tenaga kerja untuk memproduksi barang dalam jumlah yang besar. Para pengusaha mulai melirik tenaga wanita untuk memenuhi kebutuhan produksinya disaat tenaga pria sudah tidak ditemukan. Ternyata, selain upahnya lebih murah, wanita memiliki tingkat kehati – hatian yang lebih tinggi dibandingkan pria. Wanita lebih detil dan mampu melibatkan perasaan dalam bekerja. Terlebih lagi, lamban laun industrialisasi tidak hanya masalah produksi, melainkan merambah dalam dunia marketing, kantor, administrasi, dan pekerjaan lain yang mulai meninggalkan kesan kekuatan sebagai modal utama.

gender dalam bisnis

Sejak saat itu, bisnis mulai berkembang seiring perkembangan emansipasi wanita. Wanita tidak lagi mengurusi rumah tangga dan anak saja, melainkan mulai memiliki posisi yang sama dengan sang ayah. Tidak sedikit wanita justru menjadi tulang punggung bagi keluarganya. Bahkan, berdasarkan undang – undang komposisi parlemen saat ini memiliki komposisi minimal untuk para wanita.

Diskriminasi Gender Dalam karir

Meskipun saat ini emansipasi wanita terus berkembang, namun jika diperhatikan diskriminasi gender dalam bisnis tetaplah ada. Entah karena sudah kodrat seorang wanita atau beban tanggung jawab utama tetap berada di tangan suami, kinerja wanita setelah menikah dan melahirkan cenderung menurun. Saat wanita memiliki pilihan untuk  menjadi seorang ibu, mau tidak mau dirinya akan membagi waktu dalam pekerjaan. Atau dia akan memilih untuk tidak pernah menjadi seorang ibu dengan cara menitipkan sang anak kepada pengasuh dengan mempertaruhkan kebahagiaan dan kebutuhan kejiwaan sang anak.

Di sisi lain, sang ayah secara kodrat memiliki rasa tanggung jawab yang besar terhadap anak dan istrinya. Sudah menjadi kodrat pada ratusan tahun yang lalu bahwa sang pria pergi berburu dan enggan untuk pulang sebelum menemukan hasil buruannya.  Hal ini menjadikan pria lebih fokus pada pencapaian sehingga peningkatan karir dalam bisnis bagi seorang pria adalah sebuah target atau pencapaian wajib.

Karena alasan itulah diskriminasi gender dalam karir masih ditemukan. Manajemen biasanya akan mempertimbangkan lebih kepada pria karena produktivitas akan terjaga dengan tanggung jawabnya sebagai kepala keluarga. Berbeda dengan wanita, alih alih akan meningkat kkinerjanya, dirinya harus mengambil cuti setelah melahirkan.

Tulisan ini bukan bermaksud untuk memunculkan diskriminasi tersebut. Tidak dipungkiri banyak sekali tokoh wanita yang muncul dan menduduki posisi penting baik dalam bisnis, pemerintahan, dan lain – lain.

Diskriminasi Gender Dalam Komunikasi Bisnis

Wanita dan pria memiliki karakter yang berbeda dalam menyampaikan ide dan berkomunikasi. Komunikasi adalah proses pertukaran informasi antara pelaku atau komunikan melalui media komunikasi. Komunikasi bisnis dalam pengajuan produk misalnya. Biasanya komunikan wanita lebih luwes karena menampilkan sisi perasaan dan menambah nilai nilai estetika dalam komunikasi bisnisnya.

Sementara pria akan lebih menonjol dalam pikiran realistis dan efektifitas komunikasi. Tidak heran apabila dalam komunikasinya akan terkesan lebih pendek tapi baik penyampai ataupun penerima informasi dapat dengan cepat memahami pertukaran ide yang disampaikan.

Berdasarkan itulah, tidak heran jika wanita biasanya banyak terlibat dalam komunikasi bisnis meskipun pada perkembangannya komunikasi bisnis dapat dipelajari dalam pendidikan formal baik universitas ataupun sekolah khusus, sehingga pengolahan informasi dalam komunikasi bisnis sudah merupakan skill yang tidak membedakan pria dan wanita.

Contoh diskriminasi gender yang paling lazim ditemukan adalah para sales dalam showroom mobil mewah. Akan lebih ramai apabila mobil yang dijual ditunggu oleh para wanita cantik dibandingkan showroom sejenis tanpa sales wanita.

Similar Posts

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *